Selasa, 14 Februari 2012

KEBENARAN DALAM DO’A
Oleh : Al Azriyah

Kenikmatan duniawi, tidak sedikit membuat orang menjadi enggan, takut mati untuk meninggalkan apa-apa yang telah menjadi miliknya di dunia. Siang malam hidup dicekam kengerian, dan was-was terhadap harta yang harus ditinggalkan, tidak rela kenikmatan dunia yang menjadi miliknya harus dinikmati orang lain. Orang seperti ini menyadari saat kematian datang menjemput, ia tidak akan membawa apa-apa secuilpun dari kekayaannyaa yang berlimpah, kecuali membawa kain kafan ke dalam kubur., Maka do’a-do’anya senantiasa meluncur dari bibirnya agar dipanjangkan umur, supaya dap[at menikmati segala yang ia miliki, dengan ingin seribu tahun lagi. Orang itu tidak membayangkan, kehidupan yang amat panjang di dunia ini, adalah merupakan rasa sakit yang teramat perih, ketika telah menderita kelumpuhan, bersama badan yang sangat renta, menyaksikan semua anak-anak dan keturunannya telah mati, dan ia tinggal sendirian tidak berdaya, Sebagaimana cerita sufi tentang Raja Sulaiman dan air keabadian, yang telah diminum seorang tua sehingga ia mengalami penderitaan karena tidak bisa meninggalkan dunia fana ini, dan dalam do’anya siang-malam meminta kematian segera menjemputnya. Sulaiman As., Memiliki kakaktua yang amat ia senangi, dan suatu saat burung itu terlihat sangat bersedih, sesudah di ajak bicara tentang burung itu sedang merindukan kampung halamannya. Untuk mengobati rasa rindunya Sulaiman As. Memberi waktu agar ia dapat kembali ke kampung halamannya. Burung itupun pulang ke tengah keluarga dan teman-temannya dengan gembira, sampai pada waktu yang ditentukan dia sudah kembali berada di istana Raja Sulaiman. Keluarga burung yang bergembira itu membekalinya dengan sebuah botol kecil berisi air kehidupan abadi, untuk dihadiahkan kepada Sulaiman As. Mereka berfikir, Kenikmatan duniawi, tidak sedikit membuat orang menjadi enggan, takut mati untuk meninggalkan apa-apa yang telah menjadi miliknya di dunia. Siang malam hidup dicekam kengerian, dan was-was terhadap harta yang harus ditinggalkan, tidak rela kenikmatan dunia yang menjadi miliknya harus dinikmati orang lain. Orang seperti ini menyadari saat kematian datang menjemput, ia tidak akan membawa apa-apa secuilpun dari kekayaannyaa yang berlimpah, kecuali membawa kain kafan ke dalam kubur., Maka do’a-do’anya senantiasa meluncur dari bibirnya agar dipanjangkan umur, supaya dap[at menikmati segala yang ia miliki, dengan ingin seribu tahun lagi. Orang itu tidak membayangkan, kehidupan yang amat panjang di dunia ini, adalah merupakan rasa sakit yang teramat perih, ketika telah menderita kelumpuhan, bersama badan yang sangat renta, menyaksikan semua anak-anak dan keturunannya telah mati, dan ia tinggal sendirian tidak berdaya, Sebagaimana cerita sufi tentang Raja Sulaiman dan air keabadian, yang telah diminum seorang tua sehingga ia mengalami penderitaan karena tidak bisa meninggalkan dunia fana ini, dan dalam do’anya siang-malam meminta kematian segera menjemputnya. Sulaiman As., Memiliki kakaktua yang amat ia senangi, dan suatu saat burung itu terlihat sangat bersedih, sesudah di ajak bicara tentang burung itu sedang merindukan kampung halamannya. Untuk mengobati rasa rindunya Sulaiman As. Memberi waktu agar ia dapat kembali ke kampung halamannya. Burung itupun pulang ke tengah keluarga dan teman-temannya dengan gembira, sampai pada waktu yang ditentukan dia sudah kembali berada di istana Raja Sulaiman. Keluarga burung yang bergembira itu membekalinya dengan sebuah botol kecil berisi air kehidupan abadi, untuk dihadiahkan kepada Sulaiman As. Mereka berfikir, inilah satu-satunya hadiah yang layak bagi seorang raja seperti Sulaiman As. Setelah menerima hadiah itu Raja Sulaiman merundingkan dengan penasihat, apakah ia harus meminum air keabadian itu ?.  Dalam sebuah majelis yang dihadiri dari golongan manusia, binatang, dan jin lalu memutuskan “Setuju, kami ingin engkau menjadi penguasa kami selama-lamanya.”. Namun ketika semua hadirin setuju Sulaiman As. Meminumnya, seekor burung hantu berkata nyaring : “Sebelum engkau meminum air abadi itu, kunjungilah sebuah gua yang kutunjukkan, dan lihatlah siapa yang berada disana”. Pergilah Sulaiman As. Ke sana bersama burung hantu, dan menemukan seorang lelaki tu tenga berdo’a, agar segera diberikan kematian kepadanya. Burung hantu itu menjelaskan: “Lelaki itu telah meminum air keabadian, dan karenanya ia tidak akan bisa mati. Bersiaplah untuk pergi saat waktunya telah datang, agar tidak hidup dalam penderitaan yang panjang”. Maknanya, ketika pada mulanya datang keinginan untuk hidup selama-lamanya bersama kenikmatan dunia, akhirnya menderita dan berdo’a siang malam agar kematian menjemputnya, Intinya adalah do’a yang benar, yang sangat bergantung dengan hati nurani seseorang dan senantiasa memiliki adab-adab tertentu di hadapan Allah Swt. Sebagaimana Nabi Isa As. Pernah berkata: “Janganlah kamu berkata bahwa ilmu itu berada di langit, sehingga yang naik kelangit akan mendapatkan ilmu itu, dan janganlah kamu berpikir ilmu itu ada di perut bumi, sehingga siapa saja yang masuk ke perut bumi mendapatkan ilmu itu. Sesungguhnya ilmu itu tersembunyi di dalam hati nuranimu.
Beradablah di hadapan Allah, dengan adab kaum ruhaniyyin. Berakhlaklah di hadapan Allah dengan akhlak kaum Shadiqqin. Kelak ilmu itu akan memancar dari hatimu. Allah akan memberikan ilmu itu kepadamu dan memenuhi hatimu dengannya”. Nabi Muhammad Saw. Pernah melihat seorang pemuda gembala sedang melepaskan bajunya. Begitu  ia melihat Rasulullah datang ia segera mengenakannya kembali, beliau berkata: “Teruskan saja perbuatanmu, kamu ahlulbait, kami tidak akan mempekerjakan orang yang tidak beradab dihadapan Allah, dan tidak malu atas kesendiriannya di hadapan Allah Swt.” Gembala itu hanya merasa malu bila ia berada di hadapan manusia, di hadapan Allah ia tidak malu. Demikianlah dengan do’a yang memiliki tingkatan, dan senantiasa beradab, tidak bernada perintah dalam memenuhi keinginan pribadi semata. Ingatlah ketika Rabiah Al-Adawiyah, seorang sufi besar berdo’a dengan do’a yang amat terkenal, yaitu do’a yang telah sampai pada tingkatan cinta-Nya. Rabiah bertutur dalam do’a-Nya: “Tuhanku, kalau aku mengabdi pada-Mu karena takut akan api neraka, masukanlah aku kedalam api neraka itu dan besarkanlah tubuhku didalamnya, sehingga tidak ada tempat lagi di neraka bagi orang lain. Namun kalau aku menyembah-Mu karena menginginkan surga-Mu, berikan surga itu kepada hamba-hamba-Mu yang lain, bagiku, Engkau sudah cukup...”Maha Benar Allah dengan firman-Nya: “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang angkuh beribadah kepada-Ku akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina dina.”  QS. Al-Araf {7}:29) . Yang dimaksud dengan “beribadahlah” dalam ayat tersebut adalah ber do’a yang menurut Rasulullah Saw. Ialah merupakan saripati ibadah,  mukh al- ibadah.  Sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Tirmidzi. Wujud tuhan yang absolut (mutlak) dan dirasakan oleh jiwa manusia, serta keyakinan akan adanya hukum-hukum  alam yang ditetapkan-Nya tidaklah boleh mengantar manusia untuk mengabaikan do’a. Orang yang berdo’a hendaklah yakin bahwa Allah Swt. Dekat dan memperkenankan permohonan hamba-hambanya yang tulus, yaitu memperkenankan panggilan Allah Swt dengan melaksa nakan ajaran agama. Rasulullah Saw bersabda:”Berdo’alah kepada Allah disertai dengan keyakinan bahwa Allah akan memperkenankan (do’amu).”Nilai seorang hamba adalah ruh dan hatinya yang senantiasa mendekatkan diri kepada-nya.  “Ingatlah ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabb-mu lalu diperkenankan-Nya bagimu. (QS. Al-Anfal {8}: 9).  DD

MENTAATI  SUAMI ATAU ORANG TUA
Tanya : Manakah yang harus dikuti perkataannya oleh seorang istri, antara suami atau orang tuanya  ?
Jawab : Asy-Syaikh Al-Allamah Al-Muhaddits Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimullah menjawab : “Ia turuti perintah suaminya.” Dalilnya adalah seorang wanita ketika masih di bawah perwalian kedua orangtuanya (belum menikah) maka ia wajib mentaati keduanya. Namun tatkala ia menikah, yang berarti perwaliannya berpindah dari kedua orangtuanya kepada sang suami, berpindah pula hak tersebut. Yaitu hak ketaatan dari orang tua ke suami.
Dalam hal ini ada sabda Rasulullah Saw. Dalam sebuah hadits: “Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, ia mentaati suaminya dan menjaga kemaluannya, niscaya ia akan masuk ke dalam sorga Rabbnya dari pintu mana saja yang ia inginkan.” Wallahu ‘alam. Bish-shawab.|

KEJUJURAN
Tanya : Saya sering bertemu orang Islam yang tidak jujur, tetapi saya juga sering bertemu pedagang non muslim yang jujur, Apakah penyebab utamanya ?
Jawab : Pertama, kita tidak bisa menyama-ratakan semua orang muslim. Orang muslim yang jujur banyak, yang tidak jujur banyak. Kejujuran yang anda dapatkan pada non-muslim itu boleh jadi karena dorongan keyakinan agamanya. Tapi kita juga melihat ada orang-orang yang sebenarnya tidak melaksanakan agamanya dengan baik, tetapi ia jujur. Hal ini boleh jadi disebabkan karena kejujuran itu dia akan mendapatkan keuntungan materi. Dunia bisnis dalam ilmu manajemen, orang harus mampu bersikap jujur. Karena begitu dia tidak jujur, orang tidak akan percaya dia lagi, sehingga dia kehilangan pekerjaan, kehilangan bisnis, Maka boleh jadi kita menemukan dalam administrasi, juga dalam menepati janji, itu boleh jadi disebabkan salah satu dorongan tadi. Maka boleh jadi kejujuran itu disebabkan karena merasakan kehadiran Tuhan di dalam jiwanya, dan boleh jadi juga karena ia ingin meraih keuntungan sendiri materi dibalik itu. Islam menghendaki orang jujur menepati janjinya, karena di balik itu senmua dia harus mendapatkan dua keuntungan , yaitu keuntungan materi dan ridho Allah Swt. ||

Tidak ada komentar:

Posting Komentar